Selasa, 09 Desember 2014

THAHARAH (BERSUCI) DAN WUDHU BAGI WANITA


Hukum Thaharah bagi Wanita

Thaharah secara bahasa berarti bersuci. Menurut istilah, thaharah adalah menyucikan badan, pakaian serta tempat dari najis dan menyucikan diri dari hadas.
Dalam Islam, thaharah adalah hal sangat penting karena Islam cintai kebersihan dan kesucian, apalagi jika akan menjalankan shalat, setiap muslim dan muslimah wajib suci dari hadas.
Allah sangat mencintai orang yang menjaga kesucian, seperti yang terdapat dalam Al Qur’an surat Al Baqarah  ayat 222 :
Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran." Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.
Dari ayat tersebut bisa diketahui betapa orang bersuci sama kedudukan dengan orang yang bertaubat, apalagi dari ayat itu sangat terlihat bersuci bagi wanita memang sangat penting karena dalam tubuh wanita bisa terjadi haid, nifas dan macam-macam darah yang membuat tubuh menjadi tak suci.
Thaharah dari hadas ada tiga, yakni wudhu, mandi dan tayammum.
Menurut Syaikh Ibnu Utsaimin: segala sesuatu yang menghalangi sampainya air (ke kulit)  maka orang yang berwudhu dan mandi wajib menghilangkannya.

Air untuk thaharah itu apa saja?
Air suci dan mensucikan seperti air hujan, air laut, air sumur, air es yang sudah hancur, air embun dan air yang keluar dari mata air.
Dasarnya riwayat  Qur’an Al Anfal ayat 11:
“Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu”

Apa najis itu?
Secara sederhan, najis adalah sesuatu benda kotor yang menyebabkan orang tidak suci. Atau najis adalah sesuatu yang dianggap kotor oleh orang yang memiliki tabiat yang selamat (baik) dan selalu menjaga dirinya (lihat Rhoudhotun Nadiyah Syarh Ad Durorul Bahiyyah oleh Shidiq Hasan Khon)

Bagaimana cara membersihkan najis?
-          Najis Mukhofaffah (ringan) seperti air kencing bayi laki-laki uang berumur kurang dari enam bulan yang belum makan apa-apa keculai asi. Cara mensucikannya  cukup memerciki air pada tempat yang terkena najis, tak harus dengan air mengalir. (cari dasarnya)
-          Najis Mutawasithoh (sedang), seperti air kencing bayi perempuan  maupun seorang yang dewasa, tinja/kotoran manusia.hewan, darah, nanah, muntah dan minuman yang memabukan. Cara menyucikannya dibersihkan dengan air mengalir agar hilang warna dan bentuknya.
Najisnya kencing manusia dapat dilihat pada hadits Anas,
“(Suatu saat) seorang Arab Badui kencing di masjid. Lalu sebagian orang (yakni sahabat) berdiri. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Biarkan dan jangan hentikan (kencingnya)”. Setelah orang badui tersebut menyelesaikan hajatnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas meminta satu ember air lalu menyiram kencing tersebut.”
  • Najis Mughaladhah (berat)
Seperti air lur anjing, kotoran anjing dan babi yang mengenai badan, pakaian. Cara mensucikannya: dicuci sampai tujuh kali dengan air dan satu diantaranya dicampur dengan debu/tanah yang suci . Dasarnya adalah,
Dari Abu Hurairah, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Cara menyucikan bejana di antara kalian apabila dijilat anjing adalah dicuci sebanyak tujuh kali dan awalnya dengan tanah.
            Jilatan anjing saja yang termasuk najis, sedang bulu dan anggota tubuh lainnya dianggap suci (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah)

 Bagaimana cara buang air kecil dan besar untuk wanita?
Pada garis besarnya tak ada perbedaan signifikan untuk buang air kecil dan besar untuk pria dan wanita.  Ada adab yang harus diketahui saat buang air kecil dan besar;
  • Perhatikan arah, seorang yang tengah buang air kecil dan besar tidak diperbolehkan menghadap atau membelakangi arah kiblat (istifta’ dari Rahbar, Bab thaharah, masalah 33)
  • Keadaan tertutup, seorang yang tengah melakukan buang air kecil atau besar harus ditempat yang tertutup, dilarang untuk perhatikan auratnya pada lelaki, wanita, muhrim atau non muhrim, anak-anak yang telah baligh maupun belum yang sudah bisa membedakan sesuatu. Namun untuk pasangan suami istri tidak ada kewajiban untuk menutup aurat satu sama lain. (Istifta’ dari Rahbar, Bab thararah, masalah 33)
Hal-hal makruh dalam buang air kecil dan besar:
  • Dengan berdiri
  • Di tanah yang keras dan lubang hewan
  • Menahan air kencing dan berak
  • Melakukannya di bawah pohon yang berbuah, lalu lalang orang atau di tepi jalan
  • Dilakukan di air yang tergenang 
  • Bagaimana wanita memakai cat kuku saat bersuci ?
Di wajibkan menghilangkannya saat wanita hendak wudhu atau mandi karena cat kuku (kuteks) menghalangi sampainya air kekulit saat bersuci.
Namun jika setelah bersuci wanita tersebut memakai cat kuku, maka dihukumi sah (Syaikh Ibnu Utsaimin)

Jika najis terlihat saat sedang shalat apa yang harus dilakukan?
Seorang wanita melihat najis pada pakaian saat mengerjakan shalat, maka ia wajib membatalkan shalat dan membasuh (membersihkan dahulu najis tersebut) kemudian dia memulai shalat dari awal. (Syaikh Ibnu Jibrin)

Bagaimana ragu-ragu dengan keabsahan najis pada pakaian saat shalat?
Bila wanita ragu atas ada tidaknya najis dalam pakaiannya ketika shalat, maka dia tak boleh membatalkan shalat sampai dia merasa yakin keberadaan najis itu (Syaikh Ibnu Baz)

Jika najis jatuh ke karpet atau sajadah bagaimana cara membersihkannya?
Maka tak cukup dengan mengusapkan tissue, namun harus diguyurkan air diatasnya sampai najisnya hilang, baik apakah najis berwujud ataupun tidak (air kencing), caranya dengan menghilangkan wujudnya, baru membasuhnya. (Al-Lajnah ad-Da’imah)

Pengaruh pakaian yang najis dicampur dengan yang tidak  najis ketika dicuci
Ada yang berpendapat jika sebaiknya dipisah antara pakaian yang terkena najis dengan yang tidak saat akan dicuci, hal ini dikarenakan kehati-hatian semata, agar yang najis tak tercampur dengan yang tidak.
Namun, jika pakaian yang tercampur itu dicuci dengan air yang banyak, maka diharapkan air itu dapat menghilangkan bekas najis, dan pakaian yang suci (tidak terkena najis) tidak berubah kesuciannya karena percampuran itu. (Syaikh Ibnu Baz)

Bagaimana jika ujung pakaian wanita terkena najis?
Hukumnya sama dengan ketentuan hukum pada hal sandal yang menyentuh najis, yakni saat sandal menyentuh najis, maka sandal tersebut digosok-gosokkan ketanah kering yang dapat menyucikan, maka hal tersebut telah menyucikan najis itu. (Syaikh Muhammad bin Ibrahim).

Apakah keutamaan wudhu bagi wanita?
Islam sangat mencintai kebersihan, salah satu buktinya adalah kewajiban berwudhu saat akan melaksanakan shalat, thawaf di Baitullah dan menyentuh mushaf Al Qur’an. Apalagi untuk kaum wanita yang mempunyai keistimewaan dalam organ tubuhnya dibanding laki-laki. Karena Allah telah rekontruksi tubuh wanita yang bisa haid, nifas, istihadhah dan lain sebagainya yang bisa menjadi najis, dan jika akan mengerjakan ibadah itu harus suci dan berwudhu.
Allah berfirman, artinya, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki…” (QS. al-Maaidah: 6)

Rasulullah bersabda  kepada ‘Aisyah (tentang wanita haidh),
 “Kerjakanlah seperti yang dikerjakan oleh orang yang mengerjakan haji kecuali berthawaf di Baitullah hingga kamu bersuci.” (Mutaffaq ‘alaihi)

Dalam hadits yang lain Rasulullah bersabda, “Tidak boleh menyentuh al-Qur’an kecuali orang yang suci.” (HR. al-Hakim)

Keutamaan wudhu antara lain:
  • Merupakan tanda jika orang yang berwudhu itu adalah umat Muhammad saat dipanggil pada  di hari kiamat kelak.
Rasulullah bersabda dalam hadits Abu Hurairah, “Sesungguhnya umatku akan dipanggil pada hari Kiamat dengan bertanda bulatan putih (pada dahinya) dan belang putih (pada kakinya) bekas wudhu.” (Mutafaq ‘alaih)
  • Mendapat ampunan Allah atas dosanya yang telah lalu, jika berwudhu yang benar sesuai apa yang di contohkan Rasulullah.
    Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Utsman, Rasulullah bersabda, “Barangsiapa berwudhu seperti wudhuku ini lalu dia mengerjakan shalat dua rakaat, yang pada keduanya dia tidak berbicara pada dirinya sendiri, niscaya Allah akan memberikan ampunan kepadanya atas dosa-dosa yang telah lalu.” (Mutafaq ‘Alaihi)
  • Akan menjadi Kafarat (penebus) dosa yang lalu, dengan catatan tidak melakukan dosa besar. Hal ini seperti sabda Rasulullah,
     “Tidaklah seorang Muslim yang telah tiba waktu shalat wajib, lalu dia menyempurnakan wudhu, kekhusyuan, dan rukuknya, melainkan itu akan menjadi kafarat (penebus) bagi dosa-dosa yang telah lalu, selama dia tidak melakukan dosa besar. Dan itu berlaku selamanya.” (HR. Muslim)
  • Janjikan masuk surga
     Rasulullah bersabda, “Tidaklah seorang Muslim berwudhu lalu dia menyempurnakan wudhunya kemudian mengerjakan shalat dua rakaat dengan hati yang khusyu dan wajah yang khudu (tunduk), melainkan telah diwajibkan baginya Surga.” (HR. Muslim)
  • Dapat meninggkan derajat seseorang
Rasulullah bersabda, “Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang dengannya Allah menghapus dosa dan meninggikan derajat.” Para sahabat menjawab, “Mau ya Rasulullah.” Beliau bersabda, “Yaitu menyempurnakan wudhu pada saat yang tidak disukai (menyulitkan), banyak melangkah ke masjid, dan menunggu shalat setelah shalat. Itulah ar-ribath (perjuangan), dan itulah ar-ribath.” (HR. Muslim)

Cara membasuh Rambut saat wudhu
Seorang wanita diperbolehkan membasahi/menyapu rambut kepalanya saat berwudhu , baik dalam keadaan terikat rambut kepalanya, maupun terurai. (Syaikh Ibnu Jibrin)

Menyentuh kelamin tanpa penghalang apakah batalkan wudhu?
Benar, tanpa  penghalang baik tersentuh   sedikit atau banyak (Al-lajnah ad-Da’imah)

Apa saja yang membatalkan wudhu?

  • Apa yang keluar dari qubul dan dubur, seperti kencing, kentut (hadas). madzi
Sabda Rasulullah:
“Allah tidak menerima shalat salah seorang di antaramu jika ia berhadats sampai ia berwudhu.” (HR. Al-Bukhari)
·         Tidur nyenyak, hal ini dikarenakan tidak ada kesadaran lagi bagi orang yang tidur nyenyak dalam posisi apapun. Seperti tak menyadari  ia kentut dan lain sebagainya. Berikut sabda Rasulullah:
“Mata adalah kendalinya dubur, maka barangsiapa tertidur, hendaklah ia berwudhu.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah, dan hadis ini hasan)
·         Sentuh kemaluan dengan tangan dengan dan jari-jari tanpa pembatas
“Barangsiapa menyentuh kemaluannya maka hendakiah ia berwudhu.” (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, dan lainnya. Hadits ini adalah shahih)
·         Hilang akal dan perasaan, seperti gila, pingsan, mabuk, pengaruh obat bius. Orang yang dalam keadaan demikian tidak mampu mengendalikan kesadaran dengan baik, apalagi melakukan ibadah dengan sempurna karena tidar sadar apa yang menimpa dirinya.
·         Menyentuh wanita dengan syahwat. Hal ini disebabkan keinginan menyalurkan syahwatnya, termasuk membatalkan wudhu, hal ini diqiyaskan dengan perintah wudhu bagi yang menyentuh kemaluan, sebab sentuhan itu bisa timbulkan gejolak syahwat. Pendapat ini dikuatkan ucapan Abdullah bin Umar:
“Ciuman seorang laki-laki kepada isterinya atau raba-rabaannya termasuk mulamasah*. Barangsiapa yang mencium isterinya atau meraba-rabanya, maka wajib baginya wudhu.” (HR. Imam Malik dalam kitab Al-Muwaththa’, dengan sanad shahih)
·         Murtad atau keluar dari Islam
Dengan ucapan jelas, atau keragu-raguan yang pada intinya tidak lagi percaya atau menganut Islam, jika hal ini dilakukan, maka batallah wudunya juga seluruh ibadah dan amalannya. Jika kembali ke agama Islam, hendaklah ia berwudhu lagi.

 Berdasarkan firman Allah:

 “Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya.” (Al-Maidah: 5)

dikutip dari buku 202 TANYA JAWAB FIKIH WANITA oleh Candra Nila Murti Dewojati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar